Jumat, 30 April 2010 | 10:42 WIB
Jakarta - Bubur atau puree memberikan banyak manfaat bagi para pengusaha buah. Dalam bentuk puree, selain tahan lama, buah juga mudah disimpan. Kepraktisan inilah yang membuat permintaan puree di dalam dan luar negeri cukup besar. Bahkan, pasokan yang ada belum mencukupi.
Kita tidak bisa menyimpan buah segar dalam waktu yang terlalu lama. Karena itu, saat panen melimpah, penyimpanan buah menjadi masalah. Banyak buah yang terbuang sia-sia karena membusuk.
Salah satu solusi masalah ini adalah dengan membuat bubur atau puree dari buah. Maklum, dalam bentuk puree, buah dapat disimpan dengan lebih mudah dan lebih tahan lama.
Sholeh BH Kurdi, pemilik CV Promindo Utama, sudah memproduksi puree buah sejak tahun 2004. Promindo Utama adalah salah satu binaan pengusaha Departemen Pertanian. Promindo juga menjadi proyek percontohan (pilot project) produsen puree di Jawa Barat.
Awalnya, Sholeh hanya ingin menampung sisa panen mangga yang berlimpah di Cirebon sebab buah ini tak dapat bertahan lama dan hanya berbuah pada musimnya.
Nah, dalam bentuk puree, produsen mangga bisa menyimpannya sampai tujuh bulan. "Bisa bertahan hingga musim panen mangga selanjutnya," kata Sholeh.
Untuk membuat puree itu, Sholeh melumatkan buah dan menyaringnya hingga menjadi berbentuk seperti bubur. Ia lalu memproses bubur dengan mesin pasteurisasi sebelum mengemas dan menyimpannya. Dia biasa mengemas puree dalam kemasan botol ataupun jeriken.
Sholeh tak hanya membuat puree dari Mangga. Dia juga memproduksi puree jambu biji, sirsak, stroberi, lemon, dan nanas.
Dia menjual hampir semua produknya dengan harga Rp 15.000 per liter. Cuma harga puree mangga gedong gincu dan stroberi yang berbeda, yakni Rp 20.000 per liter dan Rp 18.000 seliter.
Promindo membuat puree berdasarkan pesanan yang masuk. Tiap bulan, Sholeh menjual tiga sampai lima ton puree. Artinya, Sholeh kira-kira meraup omzet minimal Rp 45 juta per bulan.
Dia mendistribusikan puree ke pabrik jus buah di Jakarta dan Bandung. Konsumen puree lainnya adalah pembeli langsung.
Bubur buah ini memiliki banyak kegunaan, misalnya untuk membuat selai, campuran yoghurt, ataupun topping untuk puding. Bisa juga untuk membuat jus buah untuk konsumsi sendiri ataupun dijual di gerai eceran. Kita tinggal menambahkan gula dan air.
Adapun Sutomo, pemilik PT Semesta Alam Petro, hanya khusus membuat puree buah markisa. Cara pembuatannya sedikit berbeda.
Sutomo mengambil daging markisa dan memisahkan bijinya. Lalu, dia membekukan air sari buah markisa. "Selanjutnya, terserah mau membuat sirup atau jadi bahan kue," kata Sutomo.
Sutomo melihat bisnis puree markisa memiliki pasar yang potensial. Saat ini dia tengah melayani pengiriman puree markisa untuk pasar Australia. Setiap tiga bulan sekali dia mengirim 15 ton puree markisa ke Australia.
Untuk pasar ekspor, Sutomo menjual puree markisa itu seharga 1,9 dollar AS per kilogram. Alhasil, Sutomo meraup omzet Rp 90 juta-Rp 100 juta saban bulan dengan margin keuntungan 30 persen.
Untuk melayani kebutuhan pasar lokal, Sutomo memproduksi puree markisa dalam bentuk sirop. Sirop tersebut terbuat dari sari markisa murni yang dipanaskan dan ditambah gula sebagai pengawet.
Dia menjual sirop markisa ini di Jakarta dan Surabaya dengan harga grosir Rp 10.000 per botol ukuran 500 mililiter. Karena produk baru, Sutomo mengumpulkan omzet Rp 20 juta per bulan. "Marginnya sangat kecil, hanya sekitar 5 persen," kata Sutomo.
Sutomo melihat prospek bisnis puree markisa sangat cerah, khususnya untuk pasar mancanegara. Pasokannya ke Australia itu hanya separuh dari permintaan pasar di sana. Adapun kebutuhan puree markisa di Eropa mencapai 120.000 ton setahun. Kebutuhan tersebut merupakan 30 persen total dari kebutuhan dunia. Minat?
Kita tidak bisa menyimpan buah segar dalam waktu yang terlalu lama. Karena itu, saat panen melimpah, penyimpanan buah menjadi masalah. Banyak buah yang terbuang sia-sia karena membusuk.
Salah satu solusi masalah ini adalah dengan membuat bubur atau puree dari buah. Maklum, dalam bentuk puree, buah dapat disimpan dengan lebih mudah dan lebih tahan lama.
Sholeh BH Kurdi, pemilik CV Promindo Utama, sudah memproduksi puree buah sejak tahun 2004. Promindo Utama adalah salah satu binaan pengusaha Departemen Pertanian. Promindo juga menjadi proyek percontohan (pilot project) produsen puree di Jawa Barat.
Awalnya, Sholeh hanya ingin menampung sisa panen mangga yang berlimpah di Cirebon sebab buah ini tak dapat bertahan lama dan hanya berbuah pada musimnya.
Nah, dalam bentuk puree, produsen mangga bisa menyimpannya sampai tujuh bulan. "Bisa bertahan hingga musim panen mangga selanjutnya," kata Sholeh.
Untuk membuat puree itu, Sholeh melumatkan buah dan menyaringnya hingga menjadi berbentuk seperti bubur. Ia lalu memproses bubur dengan mesin pasteurisasi sebelum mengemas dan menyimpannya. Dia biasa mengemas puree dalam kemasan botol ataupun jeriken.
Sholeh tak hanya membuat puree dari Mangga. Dia juga memproduksi puree jambu biji, sirsak, stroberi, lemon, dan nanas.
Dia menjual hampir semua produknya dengan harga Rp 15.000 per liter. Cuma harga puree mangga gedong gincu dan stroberi yang berbeda, yakni Rp 20.000 per liter dan Rp 18.000 seliter.
Promindo membuat puree berdasarkan pesanan yang masuk. Tiap bulan, Sholeh menjual tiga sampai lima ton puree. Artinya, Sholeh kira-kira meraup omzet minimal Rp 45 juta per bulan.
Dia mendistribusikan puree ke pabrik jus buah di Jakarta dan Bandung. Konsumen puree lainnya adalah pembeli langsung.
Bubur buah ini memiliki banyak kegunaan, misalnya untuk membuat selai, campuran yoghurt, ataupun topping untuk puding. Bisa juga untuk membuat jus buah untuk konsumsi sendiri ataupun dijual di gerai eceran. Kita tinggal menambahkan gula dan air.
Adapun Sutomo, pemilik PT Semesta Alam Petro, hanya khusus membuat puree buah markisa. Cara pembuatannya sedikit berbeda.
Sutomo mengambil daging markisa dan memisahkan bijinya. Lalu, dia membekukan air sari buah markisa. "Selanjutnya, terserah mau membuat sirup atau jadi bahan kue," kata Sutomo.
Sutomo melihat bisnis puree markisa memiliki pasar yang potensial. Saat ini dia tengah melayani pengiriman puree markisa untuk pasar Australia. Setiap tiga bulan sekali dia mengirim 15 ton puree markisa ke Australia.
Untuk pasar ekspor, Sutomo menjual puree markisa itu seharga 1,9 dollar AS per kilogram. Alhasil, Sutomo meraup omzet Rp 90 juta-Rp 100 juta saban bulan dengan margin keuntungan 30 persen.
Untuk melayani kebutuhan pasar lokal, Sutomo memproduksi puree markisa dalam bentuk sirop. Sirop tersebut terbuat dari sari markisa murni yang dipanaskan dan ditambah gula sebagai pengawet.
Dia menjual sirop markisa ini di Jakarta dan Surabaya dengan harga grosir Rp 10.000 per botol ukuran 500 mililiter. Karena produk baru, Sutomo mengumpulkan omzet Rp 20 juta per bulan. "Marginnya sangat kecil, hanya sekitar 5 persen," kata Sutomo.
Sutomo melihat prospek bisnis puree markisa sangat cerah, khususnya untuk pasar mancanegara. Pasokannya ke Australia itu hanya separuh dari permintaan pasar di sana. Adapun kebutuhan puree markisa di Eropa mencapai 120.000 ton setahun. Kebutuhan tersebut merupakan 30 persen total dari kebutuhan dunia. Minat?
Sumber : KOMPAS, 30 April 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar