Jakarta - Kita dapat mengalami kesulitan keuangan bila kehilangan pekerjaan, sakit, bercerai, terjerat utang, gagal berbisnis, dan lainnya. Kesulitan keuangan dapat memunculkan rasa cemas, marah, panik, bahkan menyebabkan kita terpuruk karena pengelolaan uang yang buruk.
Hal pertama yang harus diupayakan adalah tetap tenang. Hanya dengan tetap tenang kita dapat mengambil keputusan secara baik dan membantu anggota keluarga lain untuk dapat mengatasi situasi dengan baik. Kehilangan penghasilan memengaruhi semua. Orang dewasa mungkin sangat tertekan dan sibuk dengan kekacauan perasaannya sendiri, lupa bahwa yang terjadi juga memengaruhi anak-anak.
Apa pun yang terjadi, anak memerlukan keamanan emosional dari orang dewasa di sekitarnya. Orang dewasa mungkin berusaha menyembunyikan keadaan sebenarnya dengan maksud untuk melindungi anak-anak. Namun, anak-anak adalah pengamat yang baik. Mereka akan menangkap adanya sesuatu yang tidak beres, apalagi bila orang dewasa di sekitarnya terlihat tegang, murung, atau cepat marah. Bisa jadi mereka akan mengambil kesimpulan-kesimpulan yang salah mengenai apa yang sesungguhnya terjadi dan menyalahkan diri.
Karena itu, lebih baik menjelaskan keadaan secara terbuka kepada semua anggota keluarga. Anak memperoleh penjelasan sesuai dengan tahapan perkembangannya, dengan tujuan untuk membuatnya mengerti tanpa harus terbebani oleh kekhawatiran dan rasa salah berlebihan. Orangtua juga perlu mendengarkan suara anak: kekecewaan, kekhawatiran, dan rasa malu karena kondisi yang berubah.
Mungkin kita tidak ingin membahas hal buruk yang terjadi, tetapi kadang kala itu diperlukan untuk meringankan beban semua: meringankan beban orangtua, membantu anak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, sekaligus dapat digunakan untuk menguatkan kerja sama dalam keluarga.
Menetapkan prioritas
Hal penting kedua adalah menetapkan prioritas. Orangtua perlu bekerja sama meninggalkan egoisme untuk menetapkan prioritas bagi keluarga, misalnya pendidikan anak dan makanan bergizi yang lebih ekonomis. Hal-hal lain tidak lagi menjadi prioritas, bahkan bila perlu dihilangkan dari daftar, misalnya anggaran untuk rokok, baju baru, atau koleksi barang sebagai hobi.
Diperlukan pengetatan pengeluaran dari anggota keluarga: ayah, ibu, hingga anak. Misalnya, mulanya naik taksi sekarang naik angkot atau membeli produk-produk rumah tangga yang lebih murah. Ini merupakan saat untuk mendidik anak bersedia berkorban dan hidup sederhana, yang tentu harus kita contohkan sendiri melalui perilaku kita. Anak yang sudah cukup besar dapat membantu orangtua untuk mengawasi pengeluaran rumah tangga, mencari diskon-diskon khusus, atau memikirkan ide-ide kreatif pengelolaan uang.
Hubungan dengan keluarga
Saat terpuruk, kita mungkin jadi enggan bergaul, lalu menjauh dari yang lain karena malu. Kita justru tetap perlu menjalin hubungan baik dengan keluarga dan teman dekat karena mereka dapat memberikan dukungan sosial saat kita mengalami kesulitan. Kita dapat menceritakan kesulitan yang sedang dihadapi dan meminta mereka memberikan dukungan emosional.
Bila situasi sedemikian buruknya, mungkin kita harus meminta bantuan dari mereka, misalnya meminjam rumah sementara waktu ketika kita tidak mampu membayar kontrak rumah atau menitipkan anak untuk berangkat sekolah bersama-sama guna menghemat uang transpor.
Mempertahankan perilaku positif
Saat tertekan, sangat mungkin kita terjebak dalam perilaku yang malah merugikan diri sendiri, seperti merokok, makan, mengonsumsi obat berlebihan, membeli barang yang tidak perlu, dan berutang. Sangat penting untuk berhenti berutang, termasuk melalui kartu kredit, dan fokus hanya pada pengeluaran yang paling prioritas.
Bila perlu, kita meminta teman yang kita percaya untuk membantu mengawasi perilaku kita. Berutang dan tidak mampu membayar akan menurunkan penghargaan kita kepada diri sendiri. Rasa malu dapat dihindari bila kita bertindak positif dan bertanggung jawab. Bila kita tidak menunjukkan perilaku positif, bagaimana teman-teman dekat kita akan percaya dan bersedia memberikan dukungan?
Situasi sulit kadang membuat kita jadi lebih kreatif. Kita dapat membersihkan rumah, mengecek barang yang dapat dijual. Ada pula yang mungkin dapat dibersihkan, diperbarui, dan digunakan lagi. Bila memungkinkan, daripada naik mobil, anak yang lebih dewasa dapat diajak naik sepeda, menjadi trendsetter "bersepeda ke sekolah". Semua anggota keluarga juga dapat membawa bekal makan siangnya dari rumah.
Contoh bagi anak
Penting untuk terus kita ingat bahwa kita menjadi contoh bagi anak-anak mengenai bagaimana mereka dapat menghadapi dan mengatasi kesulitan hidup. Bila kita tetap tenang dan mampu berpikir positif, anak akan belajar itu pula dari kita. Perlu ditekankan bahwa situasi sulit hanya sementara saja dialami dan orangtua sedang melakukan langkah-langkah terbaik untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga.
Anak-anak perlu dibantu melihat sisi-sisi positif dari pengalaman hidup, dengan fokus pada kekuatan diri dan keluarga, serta kasih sayang dan kerja sama yang kuat dari anggota masing-masing. Pengalaman ini juga dapat membantu anak untuk mengembangkan nilai-nilai hidup yang lebih mendasar daripada sekadar mengutamakan penampilan dan materi.
Pada akhirnya, kesulitan hidup membantu kita mengerti dan lebih menghormati apa yang terjadi kepada orang lain, yang mungkin berada dalam situasi lebih terpuruk daripada kita.
KRISTI POERWANDARI, PSIKOLOG
Hal pertama yang harus diupayakan adalah tetap tenang. Hanya dengan tetap tenang kita dapat mengambil keputusan secara baik dan membantu anggota keluarga lain untuk dapat mengatasi situasi dengan baik. Kehilangan penghasilan memengaruhi semua. Orang dewasa mungkin sangat tertekan dan sibuk dengan kekacauan perasaannya sendiri, lupa bahwa yang terjadi juga memengaruhi anak-anak.
Apa pun yang terjadi, anak memerlukan keamanan emosional dari orang dewasa di sekitarnya. Orang dewasa mungkin berusaha menyembunyikan keadaan sebenarnya dengan maksud untuk melindungi anak-anak. Namun, anak-anak adalah pengamat yang baik. Mereka akan menangkap adanya sesuatu yang tidak beres, apalagi bila orang dewasa di sekitarnya terlihat tegang, murung, atau cepat marah. Bisa jadi mereka akan mengambil kesimpulan-kesimpulan yang salah mengenai apa yang sesungguhnya terjadi dan menyalahkan diri.
Karena itu, lebih baik menjelaskan keadaan secara terbuka kepada semua anggota keluarga. Anak memperoleh penjelasan sesuai dengan tahapan perkembangannya, dengan tujuan untuk membuatnya mengerti tanpa harus terbebani oleh kekhawatiran dan rasa salah berlebihan. Orangtua juga perlu mendengarkan suara anak: kekecewaan, kekhawatiran, dan rasa malu karena kondisi yang berubah.
Mungkin kita tidak ingin membahas hal buruk yang terjadi, tetapi kadang kala itu diperlukan untuk meringankan beban semua: meringankan beban orangtua, membantu anak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, sekaligus dapat digunakan untuk menguatkan kerja sama dalam keluarga.
Menetapkan prioritas
Hal penting kedua adalah menetapkan prioritas. Orangtua perlu bekerja sama meninggalkan egoisme untuk menetapkan prioritas bagi keluarga, misalnya pendidikan anak dan makanan bergizi yang lebih ekonomis. Hal-hal lain tidak lagi menjadi prioritas, bahkan bila perlu dihilangkan dari daftar, misalnya anggaran untuk rokok, baju baru, atau koleksi barang sebagai hobi.
Diperlukan pengetatan pengeluaran dari anggota keluarga: ayah, ibu, hingga anak. Misalnya, mulanya naik taksi sekarang naik angkot atau membeli produk-produk rumah tangga yang lebih murah. Ini merupakan saat untuk mendidik anak bersedia berkorban dan hidup sederhana, yang tentu harus kita contohkan sendiri melalui perilaku kita. Anak yang sudah cukup besar dapat membantu orangtua untuk mengawasi pengeluaran rumah tangga, mencari diskon-diskon khusus, atau memikirkan ide-ide kreatif pengelolaan uang.
Hubungan dengan keluarga
Saat terpuruk, kita mungkin jadi enggan bergaul, lalu menjauh dari yang lain karena malu. Kita justru tetap perlu menjalin hubungan baik dengan keluarga dan teman dekat karena mereka dapat memberikan dukungan sosial saat kita mengalami kesulitan. Kita dapat menceritakan kesulitan yang sedang dihadapi dan meminta mereka memberikan dukungan emosional.
Bila situasi sedemikian buruknya, mungkin kita harus meminta bantuan dari mereka, misalnya meminjam rumah sementara waktu ketika kita tidak mampu membayar kontrak rumah atau menitipkan anak untuk berangkat sekolah bersama-sama guna menghemat uang transpor.
Mempertahankan perilaku positif
Saat tertekan, sangat mungkin kita terjebak dalam perilaku yang malah merugikan diri sendiri, seperti merokok, makan, mengonsumsi obat berlebihan, membeli barang yang tidak perlu, dan berutang. Sangat penting untuk berhenti berutang, termasuk melalui kartu kredit, dan fokus hanya pada pengeluaran yang paling prioritas.
Bila perlu, kita meminta teman yang kita percaya untuk membantu mengawasi perilaku kita. Berutang dan tidak mampu membayar akan menurunkan penghargaan kita kepada diri sendiri. Rasa malu dapat dihindari bila kita bertindak positif dan bertanggung jawab. Bila kita tidak menunjukkan perilaku positif, bagaimana teman-teman dekat kita akan percaya dan bersedia memberikan dukungan?
Situasi sulit kadang membuat kita jadi lebih kreatif. Kita dapat membersihkan rumah, mengecek barang yang dapat dijual. Ada pula yang mungkin dapat dibersihkan, diperbarui, dan digunakan lagi. Bila memungkinkan, daripada naik mobil, anak yang lebih dewasa dapat diajak naik sepeda, menjadi trendsetter "bersepeda ke sekolah". Semua anggota keluarga juga dapat membawa bekal makan siangnya dari rumah.
Contoh bagi anak
Penting untuk terus kita ingat bahwa kita menjadi contoh bagi anak-anak mengenai bagaimana mereka dapat menghadapi dan mengatasi kesulitan hidup. Bila kita tetap tenang dan mampu berpikir positif, anak akan belajar itu pula dari kita. Perlu ditekankan bahwa situasi sulit hanya sementara saja dialami dan orangtua sedang melakukan langkah-langkah terbaik untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga.
Anak-anak perlu dibantu melihat sisi-sisi positif dari pengalaman hidup, dengan fokus pada kekuatan diri dan keluarga, serta kasih sayang dan kerja sama yang kuat dari anggota masing-masing. Pengalaman ini juga dapat membantu anak untuk mengembangkan nilai-nilai hidup yang lebih mendasar daripada sekadar mengutamakan penampilan dan materi.
Pada akhirnya, kesulitan hidup membantu kita mengerti dan lebih menghormati apa yang terjadi kepada orang lain, yang mungkin berada dalam situasi lebih terpuruk daripada kita.
KRISTI POERWANDARI, PSIKOLOG
Sumber : KOMPAS, 24 Mei 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar