Selasa, 08 Desember 2009

Septinus George Saa, Peraih Nobel yang Santun

Kamis, 18 Maret 2010

Berharap ada orang Indonesia meraih Nobel? Ini rasanya bukan mimpi kosong.

Setidaknya, harapan itu membersit ketika pertengahan April lalu, Septinus George Saa, seorang putera Papua, memenangi kompetisi "First Step to Nobel Prize in Physics".

Ini adalah perlombaan bergengsi bagi sekolah tingkat menengah seantero jagad selain Olimpiade Fisika. Kompetisi yang digagas Waldemar Gorzkowski 10 tahun silam ini mewajibkan pesertanya melakukan dan menuliskan penelitian apa saja di bidang fisika. Hasil penelitian tersebut kemudian dikirimkan dalam bahasa Inggris ke juri internasional di Polandia.

Sementara dalam Olimpiade Fisika, para perserta diwajibkan mengerjakan soal-soal fisika dalam waktu yang sudah ditentukan.

Pada kompetisi "First Step to Nobel Prize in Physics" tersebut hasil riset Septinus George Saa tidak menuai satu bantahan pun dari para juri.

Oge, demikian panggilan akrabnya, menemukan cara menghitung hambatan antara dua titik rangkaian resistor tak hingga yang membentuk segitiga dan hexagon.

Formula hitungan yang ia tuangkan dalam papernya "Infinite Triangle and Hexagonal Lattice Networks of Identical Resistor" itu mengungguli ratusan paper dari 73 negara yang masuk ke meja juri.

Para juri yang terdiri dari 30 ahli fisika dari 25 negara itu hanya membutuhkan waktu tiga hari untuk memutuskan pemuda 17 tahun asal Jayapura ini menggondol medali emas.

Paper Oge yang masuk lewat surat elektronik di hari terakhir kompetisi itu dinilai orisinil, kreatif, dan mudah dipahami. Tak berlebihan jika gurunya Profesor Yohanes Surya mengatakan formula Oge ini selayaknya disebut George Saa Formula.

Kemenangan Oge mengikuti jejak para jenius Indonesia sebelumnya. Lima tahun lalu I Made Agus Wirawan dari Bali juga meraih medali emas pada kompetisi serupa.

Oge adalah putera asli Papua. Tanah kelahirannya, di ujung timur Indonesia, hingga kini tak usai dilanda konflik.

Lima orang presiden yang datang dan pergi selama 59 tahun Indonesia merdeka tak pernah berhenti berjanji meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bumi cendrawasih sana. Tapi janji hanya janji.

Kemunculan Oge di panggung internasional seperti mengingatkan bahwa ada mutiara-mutiara bersinar yang perlu mendapat perhatian di kawasan timur Indonesia.

Oge lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya, Silas Saa, adalah Kepala Dinas Kehutanan Teminabuhan, Sorong.

Oge lebih senang menyebut ayahnya petani ketimbang pegawai. Sebab, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Silas, dibantu isterinya, Nelce Wafom, dan kelima anak mereka, harus mengolah ladang, menanam umbi-umbian.

Sepulang dari Polandia nanti, Oge sudah memutuskan untuk mengambil studi S1-nya di Indonesia di Jurusan Fisika Universitas Pelita Harapan.

Meski sejumlah tawaran bantuan terus mengalir kepadanya untuk melanjutkan studi di luar negeri, di antaranya dari Group Bakrie dan Freeport, Oge merasa belum siap untuk meninggalkan tanah air.

Sumber : KOMPAS.com, 27 Juni 2004





Senin, 07 Desember 2009

Boediono Wajib Datang Jika Dipanggil Pansus


Partai Demokrat (PD) menghargai pembentukan Pansus angket skandal Bank Century. Bahkan PD mendukung penuh upaya pemanggilan orang-orang tertentu, termasuk wakil presiden Boediono.

"Karena hak angket sudah disahkan maka yang dipanggil wajib datang. Siapa pun juga, Boediono pun yang dipanggil wajib datang," ujar Sekjen PD Amir Syamsuddin dalam keterangan pers di Resto Pulau Dua, Senayan, Jakarta, Senin (7/12/2009).

Amir menuturkan, Pansus angket saat ini termasuk yang memegang kendali penyelesaian skandal Bank yang kini bernama Bank Mutiara itu. Karena itu Pansus dipersilahkan menggunakan data-data yang ada dan memanggil orang-orang yang dianggap penting untuk membukan skandal ini.

"Pansus angket dipersilahkan menggunakan data yang ada dan mau periksa siapa saja," terang pria yang berprofesi sebagai advokat ini.

Amir juga membantah ketidakeriusan PD dalam Pansus Century ini. Menurutnya, waktu itu PD memilih diam dan tidak bicara karena masih menunggu audit BPK. Setelah audit sudah keluar dan Pansus telah terbentuk, PD akan mengawal pengusutan skandal ini.

"Kami mendukung kerja Pansus. Apalagi arahan Pak SBY seperti itu," tutupnya.

Mahasiswa Solo Kumpulkan Koin Solidaritas Untuk Prita


Sejumlah mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi dan Informatika serta anggota organisasi massa "Republik Aeng-aeng" menggelar aksi solidaritas mengumpulkan uang koin sebagai wujud solidaritas kepada Prita Mulyasari, Senin.

Aksi yang diselenggarakan di Jalan Slamet Riyadi, Kota Solo itu, dilakukan dengan mengumpulkan uang koin dari para pengguna jalan tersebut.

Selain mengundang perhatian para pengguna jalan, aksi tersebut juga mampu menarik solidaritas dari sejumlah pelaku usaha di kawasan itu.

Bahkan, salah satu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sukodono yang berada tidak jauh dari lokasi aksi juga memberikan uang koin pecahan Rp25 sejumlah Rp25.000 melalui pegawai BPR itu.

Tidak sedikit pengguna jalan yang tidak memberikan uang koin, tetapi malah uang kertas pecahan lebih besar.

"Kami menolak masyarakat yang memberikan uang kertas. Aksi ini hanya bertujuan mengumpulkan uang koin sebagai wujud solidaritas kami untuk Prita," kata salah satu peserta aksi itu, Mayor Haristanto.

Ia mengatakan tidak ada target yang ditentukan dalam aksi ini, karena aksi yang mereka lakukan hanya sekedar sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan hukum yang dialami Prita.

"Aksi ini akan kami lakukan hingga satu minggu ke depan. Setelah terkumpul, kami akan meneyrahkan uang koin tersebut ke Posko Peduli Prita di Jakarta," kata Mayor Haristanto.

Senada dengan itu, peserta aksi lainnya, Syarif Hidayatullah mengatakan, aksi yang mereka lakukan juga merupakan dukungan moral kepada Prita dan keluarganya.

"Selain itu, adanya aksi ini juga diharapkan dapat menggugah pemerintah untuk dapat segera mereformasi aparat hukumnya," kata Syarif.

Sementara itu, Prita Mulyasari yang sebelumnya menjadi tersangka kasus pencemaran nama baik RS Omni Internasional Alam Sutera Tangerang telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tinggi Banten. Prita diharuskan membayar denda sebesar Rp204 juta kepada rumah sakit tersebut.

Sumber: Antara, 7 Desember 2009